Senin, 07 Januari 2013

Lilinku Part 1 : Kenyataan yang tak sesuai namaku



Aku tak tahu lagi bagaimana orang-orang bisa memaafkan tindakanku ini.  Aku sudah seperti orang tak dihargai dimana mereka. di tatap dengan tatapan mata dingin. Tapi aku tak menyalahkan mereka karena itu sudah pantas untukku. 

Yah apa boleh buat inilah aku, aku dan aku. Aku yang berkuasa terhadap diriku dan tak ada yang boleh mengaturku. semua terserahku. Tak salah dengan tindakan semena-menaku orang membeciku, bahkan terkadang aku berpikir orang tuaku tak menginkanku. Kadang aku muak dengan dunia ini.
Cih. . . apa boleh buat. Ini sudah terlanjur. Tak perlu aku menyesal atas apa yang kulakukan. Tapi sesuatu telah mengubahku. sesuatu yang tak ku duga telah mengubahku lebih baik. Sesuatu yang mampu membuatku lebih betah menikmati dunia ini. 
Namaku Krisna Mahananda. Seseorang anak laki-laki yang berkelakuan yang tak pantas untuk ditiru. Yah anak kelas 1 SMK tapi bertindak seperti preman bukan layaknya seorang pelajar.
“Brakk…” suara pintu yang dibuka denga paksa mampu mengejutkann seisi ruangan. Segerombolan pria berderi dengan tampang tak bersahabat. seorang diantara berteriak memanggil sebuah nama.
“Krisna !!! Siapa anak di kelas ini bernama Krisna?”  kata seorang pria dalam kelompok tersebut.
Aku yang saat itu sedang menikmati mentari dipojok kelas tempat biasa aku diam. Hanya meliriknya dengan tatapan tak berekspresi.
“Untuk apa kau mencariku? Apa ada yang ingin ku kirim ke rumah sakit?” kataku sedikit sombong sambil turun dari meja.
“ aku datang untuk membalas kelakukanmu terhadap adikku.!!” teriak pria yang menobrak pintu
“Cih…si anak manja hanya berani mengadu. Besar dimulut tapi kecil ditindakan. Apa orajng yang seperti itu yang kau bela?” kataku sambil berjalan mendekati orang tersebut
 Kau!!..” tanpa pikir panjang orang tersebut langsung menghajar mukaku.
Waw…sakit..bahkan sangat sakit. Tapi ini sudah biasa bagiku. Sedikit darah mengalir dari luka dimulutku.
“ Hanya segitu pukulanmu? Apa tak ada yang lebih terasa digigit semut. Heh…” kataku sambil membersihkan lukaku. sedangkan siswa siwi yang lain hanya terlihat berdiam diri bercampur ketakutan.
Tanpa pikir panjang, aku pukul orang tersebut. Satu, dua, tiga, bahkan empat pukulan aku daratkan di bagian mukanya yang terlihat lebih menarik dariku. Dan sekarang aku mapi mengubahnya menjadi lebih buruk dari. dia tersungkur sedangkan teman-temannya terlihat tidak menerima dengan apa yang kulakukan. Dan apa yang terjadi ? Mereka semua mengeroyoku. Menghujaniku dengan hantaman meraka. Tapi ketegangan itu terhentikan, seseorang telah memanggil grur. Dan aku berakhir di ruang BK. Tempat yang biasa aku kunjungi atas tindakanku.
“ Kau lagi. Kau tahu buku ini penuh karena diisi namamu” seorang guru menyerahkan buku daftar siswa yang melanggar.
Dan itu memaang benar. Baru 4 bulan aku bersekolah tapi namaku sudah menghiasi daftar list siswa yang sering bermasah. Dan sudah berpuluh-puluh surat datang kerumahku.
Kali ini aku menambah surat pemanggilan orang tua. Bukan karena aku berprestasi tapi karena tindakanku yang diluar batas. Tapi hal itu tak pernah kusesali atau aku permasalahkan. aku tidak peduli dan tak mau peduli. Biarkan yang gelap tetap gelam. Hitam sudah menjadi warna hidupku setelah ibuku meninggalkanku.
Yah. . . ibukku sudah meninggal sejak aku masih duduk di kelas 5 SD. Ibuku meninggal karena berusaha menolongku yang hamper ditabrak truk. Alhasil malah ibuku yang tertabark dan meninggal ditempat. Dan sekarang aku tinggal dengan ayahku, nenek dan kedua adik kembarku. Sosok ayah yang begitu dingin dan kasar kepadaku. Pantas ayahku marah karena penyebab kematian ibu adalah aku.
Malas aku pulang. Malas melihat tatapan dingin orang rumah. Apalahgi hari ini ada pertemuan keluarga besar dirumahku. Makin banyak tatapan yang tak menganggapku. Sepulang sekolah seperti biasa aku berdiam di bukit dekat sekolah tempat yang paling indah bagiku menghabiskan waktuku bersama ibuku dulu. Bukit itu indah karena dari situ aku bisa menikmati ciptaan tuhan. Matahari terbit dan tenggelam. Entah kenapa aku paling senang melihat mentari saat terbit dan terbenam. senang karena aku seperti melihat sosok ibuku. Aku biasa merenung. Dan mengingat masa laluku yang hitam. Suka berkelahi, mencari gara-gara, bodoh dan keburukun lainya. Hanya ibuku yang bisa menenangkanku. Hanya ibu yang sabar mengajariku. Setelah ibu pergi semuanya jadi tak terkontrol aku yang sudah anakl makin bertambah nakl. Dan tak pernah ada yang mempedulikanku. Ayahku tak terlalu bisa. Kekerasan yang dia beri padaku. Bahkan aku sudah biasa dipukul disiram bahkan pernah dikurung.
Katika melihat mentari. Aku merasa tenang dan ku rasa ibu berada disampingku. Sering kali aku menyesal.
“Ibu kenapa kau cepat pergi meninggalkan aku. Maafkan aku bu. aku tak pernah menjadi seperti anak yang kau inginkan. Aku tak pernah menjadi seorang Krisna yang ibu harapkan. aku tidak bisa seperti krisna dalam tokoh dongeng itu. “ tanpa terasa air mtaku mengalir membasahi pipiki. Dan itu terasa perih karena bengkak dipipiku.
Aku memang sudah terjatuh dalam jurang kegelapan. Ketika kecil aku masih ingin bermimpi ingin seperti namaku “Krisna orang yang paling bahagia”. Kata ibuku Krisna Mahananda berarti Krisna Anak yang paling bahagia. Itu dulu saat ibu masih ada, tapi sekarang impian itu urung kuraih. aku hanya bertindak sesuka hatiku. Dan kadang siapa yang mengusik tak segan-segan aku membuatnya lebih terusik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Review Buku : Perpustakaan Tengah Malam

Judul               : Perpustakaan Tengah Malam Pengarang     : Matt Haig Halaman        : 368 halaman          Satu-satunya cara untuk bel...